Bahasa Indonesia Dipelajari Rusia
Bahasa Indonesia Dipelajari Rusia

suaramerdeka.com, SEMARANG - Sebetulnya bahasa Indonesia sudah dipelajari di Rusia sejak tahun 1955. Tak lama setelah kunjungan presiden Soekarno ke Rusia. Mulanya, dikirimkan Profesor Oentoyo untuk mengajar bahasa Indonesia di Moscow State University. Lalu berlanjut ke universitas lain di Uni Soviet. Sejak itu, kajian dan penelitian Bahasa Indonesia mulai bermunculan. Mulai dari aspek linguistik, sastra hingga tata buku bahasa baku. Tahun 1972, buku tata bahasa Indonesia terbit di Rusia.

Disusun oleh Alieva, Arakin, Ogloblin dan Sirk. Hal itu disuakan oleh Uum Qomariyah MHum, dalam diskusi pembukaan Kongres Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Se-Indonesia (Imabsi) IV, Senin (26/5). Kongres yang digelar di Universitas Negeri Semarang (Unnes) 26 Mei hingga 31 Mei itu diikuti oleh 170 peserta dari 53 universitas di Indonesia.

”Bahkan buku Ogloblin terakhir yang diterbitkan tahun 2004, dinilai sebagai karya sistematis dan meliputi segala aspek tata bahasa. Buku itu aktif digunakan oleh ahli bahasa dan mahasiswa,” kata Qomariyah. Tak hanya di Rusia, bahasa Indonesia juga kian diminati oleh negara lain seperti Australia dan Amerika Serikat. Dalam diskusi yang juga menghadirkan novelis Ahmad Tohari dan mahasiswa Amerika Serikat, Angela, Senin (26/5) lalu, hal itu dipaparkan.

”Saya tertarik dengan bahasa Indonesia, juga dengan budaya Indonesia,” kata Angela dari University of California. Sementara itu, menurut Ahmad Tohari, dipelajarinya bahasa Indonesia oleh negara lain tak akan terlepas dari kepentingan politik, ekonomi maupun budaya. Bahwa dengan mempelajari bahasa, kita bisa mengetahui budaya sebuah negara untuk memasukkan kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi ke negara tersebut,” kata Tohari.

Idealisme Bahasa Menurun Jika minat akan bahasa Indonesia di luar negeri terus tumbuh, di dalam negeri justru sebaliknya. Tohari mengatakan, idealisme berbahasa Indonesia menurun saat masyarakat merasa pintu kebebasan kian terbuka. ”Penutur dan penulis menyikapi Bahasa Indonesia lebih pragmatis, termasuk sastrawan,” katanya. Bahasa gaul telah mewarnai sebagian karya sastrawan, terutama yang muda. ”Menyedihkan, saat karya sastrawansastrawan muda kita judulnya menggunakan bahasa Inggris, meskipun isinya bahasa Indonesia dan judul bahasa Inggris itu tadi salah. Saya tidak tahu, apakah itu strategi pemasaran atau untuk maksud lainnya,” papat Tohari. Seperti semua bahasa di dunia, Bahasa Indonesia juga mengalami perkembangan agar tetap berfungsi baik. Karena itu, masyarakat berkewajiban menjaga perkembangan ke arah lebih baik. Sayangnya, pemerintah justru sering tak konsisten dalam berbahasa. ”Kata-kata singkatan baru bermunculan terus. Istilah ‘murid’, diganti ‘siswa’, lalu ‘anak didik’, kemudian ‘peserta didik’, dan entah apa lagi. Sementara dalam bahasa Inggris, kata student tidak berubah selama beberapa abad,” pungkas Tohari. (H89-60)